KUALITAS PENDIDIKAN DAN KREATIVITAS KONSELOR
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bimbingan Konseling Individu
Dosen Pengampu: Widayat Mintarsih, M. Pd.
Disusun Oleh:
Alfanita Nur Mukhlisoh (1401016021)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
I.
PENDAHULUAN
Secara fungsional, bimbingan dan konseling sangat signifikan
sebagai salah satu upaya pendidikan untuk
membentuk individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan
tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan (Wibowo, 2003 : 76). Pengertian
pendidikan dikemukakan oleh beberapa ahli, pendidikan adalah “usaha sadar yang
dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”
(Sahertian (2000:1) dan pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan
dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan (Ihsan; 1996 :
1).Secara konseptual, pendidikan masyarakat adalah model penyelenggaraan
pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan
untuk masyarakat”.
Quraish Shihab mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk
sesuatu atau mutu sesuatu.[1]Kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem
pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan
kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses
pendidikan yang efektif. Dimana, pendidikan yang berkualitas yakni pendidikan
yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Menurut Yufiarti kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan
sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada untuk menciptakan ide baru atau
menggabungkan sesuatu hingga menjadi produk baru.[2]
Dalam kreativitas tentu manusia memiliki karakteristik atau ciri unik
tersendiri. Kreativitas pada diri Manusia perlu diasah dan dikembangkan agar
menjadi profesional.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa itu kualitas pendidikan?
2.
Bagaimana cara meningkatkan kualitas pendidikan?
3.
Apa saja karakteristik kreativitas yang dimiliki konselor?
4.
Bagaimana posisi kreativitas dalam proses konseling?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Kualitas Pendidikan
Secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan
tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung
makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi, dalam hal ini kualitas
pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana
pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.[3]
Kualitas konselor adalah criteria keunggulan termasuk pribadi,
pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan
memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan
dengan berhasil (efektif).
Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi
konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala
aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika
dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.
Jay Haley (1971) mengemukakan kualitas pribadi konselor sesuai
dengan penelitiannya yaitu: fleksibilitas ialah mampu mengubah pandangan secara
realistic dan bukan mengubah kenyataan, tidak memaksakan pendapat yakni mau
mendengarkan dengan sabar terhadap orang lain.
Munson (1961) dan Mills Cs (1960) mengemukakan dua karakteristik
penting yang menentukan kualitas pribadi konselor yakni; konselor adalah yang
memiliki kebutuhan untuk menjadi pemelihara dan konselor harus memiliki intuisi
serta penetrasi psikologis yang baik. Artinya, dalam menghadapi klien, ia cepat
menangkap makna tersirat dari perilaku klien yang tampak dan yang terselubung
misalnya makna suatu gerakan kepala, getaran suara, getaran bahu, cara duduk,
dan sebagainya, dapat ditangkap maknanya dengan cepat oleh konselor sehingga
mampu memberikan keterampilan teknik yang antisipatif dan bermakna bagi
membantu perkembangan klien. Dengan kata lain, konselor memahami bahasa badan
atau perilaku nonverbal klien.[4]
2.
Cara Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Menurut Tilaar (1990: 187), bukan saja bagi para professional, juga
bagi masyarakat luas pun terdapat suatu gerakan yang menginginkan adanya
perubahan sekarang juga dalam hal usaha peningkatan mutu atau kualitas
pendidikan.Dengan
melihat keadaan mutu pendidikan yang rendah, maka telah diupayakan usaha-usaha
dalam meningkatkan mutu pendidikan.Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu
pendidikan sasaran sentralnya yang dibenahi adalah mutu guru dan mutu
pendidikan guru (Zamroni, 2001:51), antara lain:
1)
Membentuk Teacher Meeting
Dimana teacher meeting dapat diartikan dengan pertemuan atau rapat
guru yang merupakan salah satu teknik supervisi dalam rangka usaha memperbaiki
situasi belajar mengajar di sekolah.Tujuan
dari Teacher Meeting ini adalah menyatukan pendapat-pendapat tentang metode
kerja yang akan membawa mereka bersama ke arah pencapaian tujuan pengajaran
yang maksimal dan membantu guru, baik secara individu maupun secara
bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, menganalisa
problem-problem mereka, perkembangan pribadi dan jabatan mereka.
2)
Mengikuti Penataran
Penataran merupakan salah satu saran yang tepat untuk meningkatkan
mutu guru terutama dalam hal kemampuan profesionalisme. Seperti yang
diungkapkan Djumhur dan Moch Surya dalam bukunya yang berjudul “Bimbingan dan
Penyuluhan Di Sekolah”: Penataran adalah usaha pendidikan dan pengalaman untuk
meningkatkan mutu guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan
keterampilan mereka sesuai dengan kemampuan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dalam bidangnya masing-masing (Djumhur,1975:115). Kegiatan penataran tersebut
dimaksudkan untuk mempertinggi mutu petugas dalam bidang profesinya
masing-masing dan mningkatkan efisiensi kerja menuju ke arah tercapainya hasil.
3)
Mengadakan Lokakarya atau Workshop
Lokakarya atau Workshop merupakan suatu kegiatan pendidikan “in-service”
dalam rangka pengembangan profesionalisme tenaga-tenaga kependidikan
(Ametembun, 1981: 103)
3.
Karakteristik Kreativitas yang Dimiliki Konselor
Menurut
Piers;
1.
Penuh percaya diri
2.
Toleran terhadap ambiguitas
3.
Senang humor
4.
Memiliki ketekunan yang tinggi (Nashori,54)
Menurut
Torens;
1.
Tekun dan tidak mudah bosan
2.
Percaya diri dan mandiri
3.
Berani mengambil risiko[5]
Mengenai peran humor bahwa humor dianggap oleh umum mempunyai
kekuatan efektif untuk membantu klien jika digunakan konselor. Namun, hal ini amat
sedikit bukti penelitiannya. Hasil penelitian Labrentz (disertasi; 1973),
membuktikan dengan data bahwa rasa humor konselor amat membantu perubahan
perilaku klien yang mengganggu.
Namun, ada tiga observasi mengenai penggunaan humor oleh konselor
dalam situasi konseling. Pertama, penggunaan humor mungkin untuk menutup rasa
permusuhan, jadi destruktif hasilnya. Kedua, humor sebagai perangsang untuk
menggairahkan klien. Ketiga, penggunaan humor mungkin bisa menurunkan
kecemasan, stress jadi berfungsi adaptif.
Menurut Rogers (1942), aspek-aspek kepribadian konselor yang
penting dalam hubungan konseling adalah; empati, respek, menerima, menghargai,
memahami, dan jujur. Bahkan rogers mengatakan bahwa kepribadian lebih daripada
teknik.
Secara umum jika berangkat dari berbagai pendapat dari penelitian
para pakar, maka dapat disimpulkan khususnya untuk kondisi Indonesia, bahwa
karakteristik kepribadian konselor adalah:
1. Beriman, bertaqwa
2. Menyenangi manusia
3. Komunikator terampi, pendengar yang baik
4. Memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia,
social-budaya; merupakannarasumber yang kompeten
5. Flexible, tenang dan sabar
6. Menguasai keterampilan teknik, memiliki
intuisi
7. Memahami etika profesi
8. Respek, jujur, menghargai, tidak menilai
9. Empati, memahami, menerima, hangat,
bersahabat
10. Fasilitator, motivator
11. Emosi stabil, pikiran jernih, cepat dan mampu
12. Konsisten, tanggung jawab.
Ada beberapa latihan khusus untuk membentuk kepribadian konselor
yaitu melatihkan sifat-sifat (atribut) konselor yang dibutuhkan klien agar
dalam hubungan konseling, konselor menjadi efektif untuk mencapai tujuan
konseling.
1. Latihan empati
2. Kehangatan (warmth)
3. Penghargaan Positif yakni menghargai apa
saja yang bernilai pada diri klien, tanpa syarat dan Respect
4. Konkrit dan Spesifik
5. Keterbukaan Diri (self disclosure)
6. Mengendalikan kecemasan atau memperbaiki
kondisi dengan rencana
7. Aspek Intelektual, perlunya latihan intuisi
atau kecerdasan untuk segera dan merefletif mengambil informasi yang ada dalam
perilaku nonverbal dan verbal. Kemudian, perlu pula latihan sikap flexibel atau
menahan emosi.
8. Pola Komunikasi Konselor, yakni terdapat
tiga pola komunikasi baik yang dilakukan anggota masyarakat maupun dalam
hubungan konseling antara lain; komunikasi dengan tingkat keterlibatan konselor
amat rendah, komunikasi dengan tingkat keterlibatan berlebihan dan komunikasi
yang mengacaukan hubungan konseling.[6]
4. Posisi Kreativitas dalam Proses Konseling
Dalam proses
konseling, pemikiran kreatif adalah amat penting baik terhadap konselor maupun
klien. Konselor harus mendengarkan dengan aktif terhadap klien dan
memperhatikan kata-katanya dengan cermat dan tepat yang disampaikan klien
dengan sadar. Berdasarkan informasi yang disampaikan klien, konselor kemudian
memunculkan definisi-definisi alternative dari problem yang dikemukakan dan
memberikan alternative-alternative solusi, membantu memutuskan suatu cara
tindakan klien dan memunculkan alternative interpretasi dari hasil yang mungkin
terhadap perilaku yang diharapkan. Yang kritis adalah mengembangkan
pemahaman-pemahaman baru klien yaitu dengan berbagai skill, kualitas pribadi
konselor, dimensi-dimensi wawasan dan teori-teori konseling. Hal-hal ini
mungkin bisa dikembangkan pertama sekali melalui upaya yang disadari. Ketika
diserap dan dipraktekkan, pengetahuan ini mungkin preconsius dan Inconscius
serta dipanggil kembali jika dibutuhkan dalam sesi-sesi konseling.
Berdasarkan
pendapat-pendapat diatas, maka konselor yang efektif bukan sama sekali Karena
sihir atau sulap tetapi adalah karena hasil kerja yang bertahun-tahun melalui
studi sistematik dalam profesi konseling digabungkan dengan
pengalaman-pengalaman melalui observasi dan mendengarkan beragam-ragam klien di
dalam kantor (setting) formal dan jalanan (informal).
Klien datang dengan
permasalahan yang belum mampu ia pecahkan, bahkan kadang-kadang masih
samar-samar tapi menekan. Klien harus dapat mengemukakan ide-ide dan
fakta-fakta secara sadar.Tapi, ia sering tak dapat me-reorganisasi-nya menjadi
suatu kesatuan yang dapat dimanfaatkan. Tugas konselor adalah membantu klien
menguji hal-hal yang disadari atau tidak disadari dan membantu klien untuk
menampilkan respon-respon yang lebih kreatif untuk kehidupannya. Muncullah
ide-ide dan respon-respon baru tergantung kepada kreativitas konselor yang kaya
dengan alternatif-alternatif.
Contoh:
Mengambil Keputusan
Klien biasanya datang meminta bantuan karena mereka mempunyai
hal-hal yang harus diputuskannya karena adanya konflik. Disamping itu mereka
datang karena mengalami hambatan dalam perilaku, pemikiran dan perasaan. Juga
berkonsultasi untuk menemukan upaya-upaya terbaik dalam mengembangkan dirinya
agar potensinya teraktualisasikan dan tidak mubazir.
Klien sering mempunyai persoalan-persoalan yang tak terselesaikan
dan kebutuhan-kebutuhan untuk meluaskan perspektif, meninggalkan pola-pola
perilaku lama, mengembangkan perilaku baru serta memilih alternatif-alternatif
yang terbaik.
Tugas konselor adalah upaya untuk membangkitkan
alternatif-alternatif, membantu klien menghilangkan pola-pola lama yang tak
baik memudahkan terjadinya proses pengambilan keputusan dan menemukan
solusi-solusi yang mengarah untuk memecahkan masalah. Terutama pada tahap awal
konseling dapat member keuntungan untuk mengambil keputusan, karena di tahap
ini konselor bersama klien dapat mendefinisikan masalah klien.
Secara sistematik,dari tahap awal itu dikembangkan ke tahap berikut
(pertengahan dan akhir) yaitu: (1) melalui dengan mendefinisikan masalah, (2)
meneruskan dengan membangkitkan alternatif-alternatif dari definisi masalah,
(3) menyimpulkan dan menyeleksi suatu alternatif dalam bentuk tindakan klien
dan implementasinya.[7]
Efektivitas Konselor dan Wawancara Konseling yangmana proses
konseling yang intensional (mendalam) dan efektif akan membantu klien untuk
berkembang secara optimal. Sebaliknya, jika proses konseling berjalan tidak
efektif dan kurang mendalam, maka sudah dapat dipastikan akan gagal mencapai
tujuan dan bahkan dapat merusak klien.
Menurut hasil penelitian Hadley dan Stuup (976) factor-factor
penyebab yang bisa merusak klien adalah:
(1)
Konselor terlalu dalam menggali klien atau melampaui batas
toleransi yangmana cenderung terlalu terburu-buru dan menekan pribadi klien.
Contoh tentang usia, seks dan sebagainya.
(2)
Konselor terlalu hati-hati dalam menggali klien sehingga inti
masalah atau isu sentral tak pernah tersinggung oleh konselor, yakni
kehati-hatian konselor karena kurangnya teknik atau lemah dalam memahami etika
konseling. Mungkin pula kepribadian konselor kurang mantap atau cenderung tidak
stabil, jadi tak mampu menggali klien.
(3)
Aplikasi Teknik, diman konselor terlampau percaya diri karena
merasa mengetahui banyak mengenai apa saja tentang teknik konseling. Padahal
kurang terampil menggunakan teknik-teknik konseling. Dan mungkin mampu
menggunakan teknik yang baik namun kurang tepat dalam menggunakannya terhadap
klien.
(4)
Hubungan konseling seperti; konselor terlalu banyak atau rapport,
terjadi transferensi dan countransferensi. Hal tersebut dapat terjadi
disebabkan karena kurangnya respek atau penghargaan terhadap klien, konselor
gagal mengarahkan klien untuk memilih pengalaman, konselor terlalu bersemangat
menyerang self-defenses klien dan egoistik konselor terlalu besar (kesombongan
ilmiah-scientific arrogance).
(5)
Masalah komunikasi yakni; ketidakmampuan konselor untuk
berkomunikasi dengan jelas dan tidak mampu menangkap apa yang dikatakan
klien,serta konselor gagal mengenali generalisasi dan distorsi (penyimpangan).
(6)
Fokus, dalam hal ini terdapat masalah seperti; konselor gagal
membuat fokus masalah atau mengembangkan isu sentral, kadang-kadang fokus tidak
ada atau kebanyakan membuat fokus yang sempit dan kaku dengan topik tunggal,
terdapat fokus yang eksklusif tentang klien akan tetapi mengabaikan konteks
lingkungan dan social-budaya, hasil wawancara konselor dengan klien merupakan
hasil kekurangan pengertian dan kelemahan struktur konseling.
(7)
Kelemahan konselor antara lain; konselor terikat pada teori sendiri
sehingga gagal melihat pendekatan lain yang mungkin lebih efektif, kesalahan
proses konseling berasal dari perilaku konselor, penafsiran konselor tidak
cermat sehingga tidak menjangkau kebutuhan dan sensitivitas klien dan konselor
tidak mempunyai beragam alternatif, sehingga tidak mampu merespon perilaku
klien yang beragam.
Jadi, konselor yang efektif mempunyai kemampuan melihat bagaimana
keadaan klien saat ini dan dapat memilih intervensi yang sesuai (strategi dan
teknik). Untk menunjang kemampuan dan keterampilan konselor perlu kepribadian
yang empati. Empati merupakan kunci menjadikan hubungan konseling berkualitas.[8]
IV.
KESIMPULAN
Kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga,
sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.
Peningkatkan mutu pendidikan sasaran sentralnya yang dibenahi adalah mutu
guru dan mutu pendidikan guruantara lain membentuk meeting, Mengikuti Penataran
atau usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan mutu dan pegawai guna
menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemampuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya masing-masing. Serta Mengadakan
Lokakarya atau Workshop, dalam rangka pengembangan profesionalisme
tenaga-tenaga kependidikan. Karakteristik kreativitas pada konselor menurut
Piers dan Torens antara lain; penuh percaya diri, toleran terhadap ambiguitas,
senang humor, memiliki ketekunan yang tinggi, tekun dan tidak mudah bosan,
percaya diri dan mandiri, berani mengambil risiko. Oleh karena itu, konselor
yang efektif mempunyai kemampuan melihat bagaimana keadaan klien saat ini dan
dapat memilih intervensi yang sesuai (strategi dan teknik). Untk menunjang
kemampuan dan keterampilan konselor perlu kepribadian yang empati. Empati
merupakan kunci menjadikan hubungan konseling berkualitas.
V.
PENUTUP
Demikian makalah Bimbingan Konseling Individu tentang ”kualitas
pendidikan dan kreativitas konselor.”Penulis sadar bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu Saya mengharapkan kritik dan saran demi kebaikan
makalah selanjutnya. Namun, Saya tetap berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori. Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta Didik.Jakarta:PT Bumi Aksara.2004.hlm 53
Quraish Shihab.Membumikan Al-Quran,Mizan, Bandung; 1999; 280
Yufiarti.Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah
Dasar.Jakarta:Fasilitator, Edisi IV.2003.
[1]QuraishShihab. Membumikan Al-Quran, Mizan,
Bandung, 1999: 280
[2]Yufiarti.Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah
Dasar.Jakarta:Fasilitator, Edisi IV.2003. hlm.44
[3]JurnalIlmuPendidikanMutuPendidikanSekolahDasar
Di Daerah Diseminasioleh A. Supriyanto, November 1997, Jilid 4, IKIP, 1997: 225
[4]Sofyan Wilis S. Konseling Individu Teori dan Praktek. Bandung:
Alfabeta. 2014.hlm.79-80
[5]Mohammad Ali dan Mohammad Asrori. Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta Didik.Jakarta:PT Bumi Aksara.2004.hlm 53
[6]SofyanWilis S. Konseling Individu Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
2014.hlm.84-106
[7]Ibid, hlm.136-138
[8]Ibid, hlm. 143-145