Rabu, 10 Mei 2017

Makalah Kualitas dan Kreativitas Konselor



KUALITAS PENDIDIKAN DAN KREATIVITAS KONSELOR
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bimbingan Konseling Individu
Dosen Pengampu: Widayat Mintarsih, M. Pd.


Disusun Oleh:
Alfanita Nur Mukhlisoh          (1401016021)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG

2017







I.              PENDAHULUAN
Secara fungsional, bimbingan dan konseling sangat signifikan sebagai salah satu upaya pendidikan untuk  membentuk individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan (Wibowo, 2003 : 76). Pengertian pendidikan dikemukakan oleh beberapa ahli, pendidikan adalah “usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” (Sahertian (2000:1) dan pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan (Ihsan; 1996 : 1).Secara konseptual, pendidikan masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”.
Quraish Shihab mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu.[1]Kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif. Dimana, pendidikan yang berkualitas yakni pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Menurut Yufiarti kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada untuk menciptakan ide baru atau menggabungkan sesuatu hingga menjadi produk baru.[2] Dalam kreativitas tentu manusia memiliki karakteristik atau ciri unik tersendiri. Kreativitas pada diri Manusia perlu diasah dan dikembangkan agar menjadi profesional.

II.           RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu kualitas pendidikan?
2.      Bagaimana cara meningkatkan kualitas pendidikan?
3.      Apa saja karakteristik kreativitas yang dimiliki konselor?
4.      Bagaimana posisi kreativitas dalam proses konseling?

III.        PEMBAHASAN
1.    Pengertian Kualitas Pendidikan
Secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi, dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.[3]
Kualitas konselor adalah criteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.
Jay Haley (1971) mengemukakan kualitas pribadi konselor sesuai dengan penelitiannya yaitu: fleksibilitas ialah mampu mengubah pandangan secara realistic dan bukan mengubah kenyataan, tidak memaksakan pendapat yakni mau mendengarkan dengan sabar terhadap orang lain.
Munson (1961) dan Mills Cs (1960) mengemukakan dua karakteristik penting yang menentukan kualitas pribadi konselor yakni; konselor adalah yang memiliki kebutuhan untuk menjadi pemelihara dan konselor harus memiliki intuisi serta penetrasi psikologis yang baik. Artinya, dalam menghadapi klien, ia cepat menangkap makna tersirat dari perilaku klien yang tampak dan yang terselubung misalnya makna suatu gerakan kepala, getaran suara, getaran bahu, cara duduk, dan sebagainya, dapat ditangkap maknanya dengan cepat oleh konselor sehingga mampu memberikan keterampilan teknik yang antisipatif dan bermakna bagi membantu perkembangan klien. Dengan kata lain, konselor memahami bahasa badan atau perilaku nonverbal klien.[4]

2.    Cara Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Menurut Tilaar (1990: 187), bukan saja bagi para professional, juga bagi masyarakat luas pun terdapat suatu gerakan yang menginginkan adanya perubahan sekarang juga dalam hal usaha peningkatan mutu atau kualitas pendidikan.Dengan melihat keadaan mutu pendidikan yang rendah, maka telah diupayakan usaha-usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan.Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan sasaran sentralnya yang dibenahi adalah mutu guru dan mutu pendidikan guru (Zamroni, 2001:51), antara lain:
1)      Membentuk Teacher Meeting
Dimana teacher meeting dapat diartikan dengan pertemuan atau rapat guru yang merupakan salah satu teknik supervisi dalam rangka usaha memperbaiki situasi belajar mengajar di sekolah.Tujuan dari Teacher Meeting ini adalah menyatukan pendapat-pendapat tentang metode kerja yang akan membawa mereka bersama ke arah pencapaian tujuan pengajaran yang maksimal dan membantu guru, baik secara individu maupun secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, menganalisa problem-problem mereka, perkembangan pribadi dan jabatan mereka.
2)   Mengikuti Penataran
Penataran merupakan salah satu saran yang tepat untuk meningkatkan mutu guru terutama dalam hal kemampuan profesionalisme. Seperti yang diungkapkan Djumhur dan Moch Surya dalam bukunya yang berjudul “Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah”: Penataran adalah usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan mutu guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemampuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya masing-masing (Djumhur,1975:115). Kegiatan penataran tersebut dimaksudkan untuk mempertinggi mutu petugas dalam bidang profesinya masing-masing dan mningkatkan efisiensi kerja menuju ke arah tercapainya hasil.
3)      Mengadakan Lokakarya atau Workshop
Lokakarya atau Workshop merupakan suatu kegiatan pendidikan “in-service” dalam rangka pengembangan profesionalisme tenaga-tenaga kependidikan (Ametembun, 1981: 103)

3.    Karakteristik Kreativitas yang Dimiliki Konselor
Menurut Piers;
1.    Penuh percaya diri
2.    Toleran terhadap ambiguitas
3.    Senang humor
4.    Memiliki ketekunan yang tinggi (Nashori,54)
Menurut Torens;
1.    Tekun dan tidak mudah bosan
2.    Percaya diri dan mandiri
3.    Berani mengambil risiko[5]
Mengenai peran humor bahwa humor dianggap oleh umum mempunyai kekuatan efektif untuk membantu klien jika digunakan konselor. Namun, hal ini amat sedikit bukti penelitiannya. Hasil penelitian Labrentz (disertasi; 1973), membuktikan dengan data bahwa rasa humor konselor amat membantu perubahan perilaku klien yang mengganggu.
Namun, ada tiga observasi mengenai penggunaan humor oleh konselor dalam situasi konseling. Pertama, penggunaan humor mungkin untuk menutup rasa permusuhan, jadi destruktif hasilnya. Kedua, humor sebagai perangsang untuk menggairahkan klien. Ketiga, penggunaan humor mungkin bisa menurunkan kecemasan, stress jadi berfungsi adaptif.
Menurut Rogers (1942), aspek-aspek kepribadian konselor yang penting dalam hubungan konseling adalah; empati, respek, menerima, menghargai, memahami, dan jujur. Bahkan rogers mengatakan bahwa kepribadian lebih daripada teknik.
Secara umum jika berangkat dari berbagai pendapat dari penelitian para pakar, maka dapat disimpulkan khususnya untuk kondisi Indonesia, bahwa karakteristik kepribadian konselor adalah:
1.    Beriman, bertaqwa
2.    Menyenangi manusia
3.    Komunikator terampi, pendengar yang baik
4.    Memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia, social-budaya; merupakannarasumber yang kompeten
5.    Flexible, tenang dan sabar
6.    Menguasai keterampilan teknik, memiliki intuisi
7.    Memahami etika profesi
8.    Respek, jujur, menghargai, tidak menilai
9.    Empati, memahami, menerima, hangat, bersahabat
10.  Fasilitator, motivator
11.  Emosi stabil, pikiran jernih, cepat dan mampu
12.  Konsisten, tanggung jawab.
Ada beberapa latihan khusus untuk membentuk kepribadian konselor yaitu melatihkan sifat-sifat (atribut) konselor yang dibutuhkan klien agar dalam hubungan konseling, konselor menjadi efektif untuk mencapai tujuan konseling.
1.    Latihan empati
2.    Kehangatan (warmth)
3.    Penghargaan Positif yakni menghargai apa saja yang bernilai pada diri klien, tanpa syarat dan Respect
4.    Konkrit dan Spesifik
5.    Keterbukaan Diri (self disclosure)
6.    Mengendalikan kecemasan atau memperbaiki kondisi dengan rencana
7.    Aspek Intelektual, perlunya latihan intuisi atau kecerdasan untuk segera dan merefletif mengambil informasi yang ada dalam perilaku nonverbal dan verbal. Kemudian, perlu pula latihan sikap flexibel atau menahan emosi.
8.    Pola Komunikasi Konselor, yakni terdapat tiga pola komunikasi baik yang dilakukan anggota masyarakat maupun dalam hubungan konseling antara lain; komunikasi dengan tingkat keterlibatan konselor amat rendah, komunikasi dengan tingkat keterlibatan berlebihan dan komunikasi yang mengacaukan hubungan konseling.[6]
4. Posisi Kreativitas dalam Proses Konseling
Dalam proses konseling, pemikiran kreatif adalah amat penting baik terhadap konselor maupun klien. Konselor harus mendengarkan dengan aktif terhadap klien dan memperhatikan kata-katanya dengan cermat dan tepat yang disampaikan klien dengan sadar. Berdasarkan informasi yang disampaikan klien, konselor kemudian memunculkan definisi-definisi alternative dari problem yang dikemukakan dan memberikan alternative-alternative solusi, membantu memutuskan suatu cara tindakan klien dan memunculkan alternative interpretasi dari hasil yang mungkin terhadap perilaku yang diharapkan. Yang kritis adalah mengembangkan pemahaman-pemahaman baru klien yaitu dengan berbagai skill, kualitas pribadi konselor, dimensi-dimensi wawasan dan teori-teori konseling. Hal-hal ini mungkin bisa dikembangkan pertama sekali melalui upaya yang disadari. Ketika diserap dan dipraktekkan, pengetahuan ini mungkin preconsius dan Inconscius serta dipanggil kembali jika dibutuhkan dalam sesi-sesi konseling.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka konselor yang efektif bukan sama sekali Karena sihir atau sulap tetapi adalah karena hasil kerja yang bertahun-tahun melalui studi sistematik dalam profesi konseling digabungkan dengan pengalaman-pengalaman melalui observasi dan mendengarkan beragam-ragam klien di dalam kantor (setting) formal dan jalanan (informal).
Klien  datang dengan permasalahan yang belum mampu ia pecahkan, bahkan kadang-kadang masih samar-samar tapi menekan. Klien harus dapat mengemukakan ide-ide dan fakta-fakta secara sadar.Tapi, ia sering tak dapat me-reorganisasi-nya menjadi suatu kesatuan yang dapat dimanfaatkan. Tugas konselor adalah membantu klien menguji hal-hal yang disadari atau tidak disadari dan membantu klien untuk menampilkan respon-respon yang lebih kreatif untuk kehidupannya. Muncullah ide-ide dan respon-respon baru tergantung kepada kreativitas konselor yang kaya dengan alternatif-alternatif.
Contoh: Mengambil Keputusan
Klien biasanya datang meminta bantuan karena mereka mempunyai hal-hal yang harus diputuskannya karena adanya konflik. Disamping itu mereka datang karena mengalami hambatan dalam perilaku, pemikiran dan perasaan. Juga berkonsultasi untuk menemukan upaya-upaya terbaik dalam mengembangkan dirinya agar potensinya teraktualisasikan dan tidak mubazir.
Klien sering mempunyai persoalan-persoalan yang tak terselesaikan dan kebutuhan-kebutuhan untuk meluaskan perspektif, meninggalkan pola-pola perilaku lama, mengembangkan perilaku baru serta memilih alternatif-alternatif yang terbaik.
Tugas konselor adalah upaya untuk membangkitkan alternatif-alternatif, membantu klien menghilangkan pola-pola lama yang tak baik memudahkan terjadinya proses pengambilan keputusan dan menemukan solusi-solusi yang mengarah untuk memecahkan masalah. Terutama pada tahap awal konseling dapat member keuntungan untuk mengambil keputusan, karena di tahap ini konselor bersama klien dapat mendefinisikan masalah klien.
Secara sistematik,dari tahap awal itu dikembangkan ke tahap berikut (pertengahan dan akhir) yaitu: (1) melalui dengan mendefinisikan masalah, (2) meneruskan dengan membangkitkan alternatif-alternatif dari definisi masalah, (3) menyimpulkan dan menyeleksi suatu alternatif dalam bentuk tindakan klien dan implementasinya.[7]
Efektivitas Konselor dan Wawancara Konseling yangmana proses konseling yang intensional (mendalam) dan efektif akan membantu klien untuk berkembang secara optimal. Sebaliknya, jika proses konseling berjalan tidak efektif dan kurang mendalam, maka sudah dapat dipastikan akan gagal mencapai tujuan dan bahkan dapat merusak klien.
Menurut hasil penelitian Hadley dan Stuup (976) factor-factor penyebab yang bisa merusak klien adalah:
(1)     Konselor terlalu dalam menggali klien atau melampaui batas toleransi yangmana cenderung terlalu terburu-buru dan menekan pribadi klien. Contoh tentang usia, seks dan sebagainya.
(2)     Konselor terlalu hati-hati dalam menggali klien sehingga inti masalah atau isu sentral tak pernah tersinggung oleh konselor, yakni kehati-hatian konselor karena kurangnya teknik atau lemah dalam memahami etika konseling. Mungkin pula kepribadian konselor kurang mantap atau cenderung tidak stabil, jadi tak mampu menggali klien.
(3)     Aplikasi Teknik, diman konselor terlampau percaya diri karena merasa mengetahui banyak mengenai apa saja tentang teknik konseling. Padahal kurang terampil menggunakan teknik-teknik konseling. Dan mungkin mampu menggunakan teknik yang baik namun kurang tepat dalam menggunakannya terhadap klien.
(4)     Hubungan konseling seperti; konselor terlalu banyak atau rapport, terjadi transferensi dan countransferensi. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena kurangnya respek atau penghargaan terhadap klien, konselor gagal mengarahkan klien untuk memilih pengalaman, konselor terlalu bersemangat menyerang self-defenses klien dan egoistik konselor terlalu besar (kesombongan ilmiah-scientific arrogance).
(5)     Masalah komunikasi yakni; ketidakmampuan konselor untuk berkomunikasi dengan jelas dan tidak mampu menangkap apa yang dikatakan klien,serta konselor gagal mengenali generalisasi dan distorsi (penyimpangan).
(6)     Fokus, dalam hal ini terdapat masalah seperti; konselor gagal membuat fokus masalah atau mengembangkan isu sentral, kadang-kadang fokus tidak ada atau kebanyakan membuat fokus yang sempit dan kaku dengan topik tunggal, terdapat fokus yang eksklusif tentang klien akan tetapi mengabaikan konteks lingkungan dan social-budaya, hasil wawancara konselor dengan klien merupakan hasil kekurangan pengertian dan kelemahan struktur konseling.
(7)     Kelemahan konselor antara lain; konselor terikat pada teori sendiri sehingga gagal melihat pendekatan lain yang mungkin lebih efektif, kesalahan proses konseling berasal dari perilaku konselor, penafsiran konselor tidak cermat sehingga tidak menjangkau kebutuhan dan sensitivitas klien dan konselor tidak mempunyai beragam alternatif, sehingga tidak mampu merespon perilaku klien yang beragam.
Jadi, konselor yang efektif mempunyai kemampuan melihat bagaimana keadaan klien saat ini dan dapat memilih intervensi yang sesuai (strategi dan teknik). Untk menunjang kemampuan dan keterampilan konselor perlu kepribadian yang empati. Empati merupakan kunci menjadikan hubungan konseling berkualitas.[8]

  
IV.        KESIMPULAN
Kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan. Peningkatkan mutu pendidikan sasaran sentralnya yang dibenahi adalah mutu guru dan mutu pendidikan guruantara lain membentuk meeting, Mengikuti Penataran atau usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan mutu dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemampuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya masing-masing. Serta Mengadakan Lokakarya atau Workshop, dalam rangka pengembangan profesionalisme tenaga-tenaga kependidikan. Karakteristik kreativitas pada konselor menurut Piers dan Torens antara lain; penuh percaya diri, toleran terhadap ambiguitas, senang humor, memiliki ketekunan yang tinggi, tekun dan tidak mudah bosan, percaya diri dan mandiri, berani mengambil risiko. Oleh karena itu, konselor yang efektif mempunyai kemampuan melihat bagaimana keadaan klien saat ini dan dapat memilih intervensi yang sesuai (strategi dan teknik). Untk menunjang kemampuan dan keterampilan konselor perlu kepribadian yang empati. Empati merupakan kunci menjadikan hubungan konseling berkualitas.

V.           PENUTUP
Demikian makalah Bimbingan Konseling Individu tentang ”kualitas pendidikan dan kreativitas konselor.”Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu Saya mengharapkan kritik dan saran demi kebaikan makalah selanjutnya. Namun, Saya tetap berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.


DAFTAR PUSTAKA
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.Jakarta:PT Bumi Aksara.2004.hlm 53
Quraish Shihab.Membumikan Al-Quran,Mizan, Bandung; 1999; 280
Yufiarti.Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah Dasar.Jakarta:Fasilitator, Edisi IV.2003.
Wilis, Sofyan S. Konseling Individu Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. 2014.




[1]QuraishShihab. Membumikan Al-Quran, Mizan, Bandung, 1999: 280
[2]Yufiarti.Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah Dasar.Jakarta:Fasilitator, Edisi IV.2003. hlm.44
[3]JurnalIlmuPendidikanMutuPendidikanSekolahDasar Di Daerah Diseminasioleh A. Supriyanto, November 1997, Jilid 4, IKIP, 1997: 225
[4]Sofyan Wilis S. Konseling Individu Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. 2014.hlm.79-80
[5]Mohammad Ali dan Mohammad Asrori. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.Jakarta:PT Bumi Aksara.2004.hlm 53
[6]SofyanWilis S. Konseling Individu Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. 2014.hlm.84-106
[7]Ibid, hlm.136-138
[8]Ibid, hlm. 143-145